Oleh-oleh Khas Makassar
Agar
tak mudah lupa akan kenangan-kenangan di kota Makassar, selain berfoto
ria, ada bagusnya Anda juga membeli cinderamata khas kota tersebut.
Berikut ini beberapa oleh-oleh khas Makassar:
Bagi
yang keranjingan fashion dan tekstil, kunjungilah Sumbu Opu. Tidak jauh
dari hotel Celebes. Di sana ada sutra Sengkang. Kualitasnnya bagus.
Permeter dihargai sekitar 40 ribu rupiah. Kemudian, adapula berbagai
macam sarung. Mulai dari harga 10 ribu hingga 100 ribu rupiah. Untuk
ayah tercinta atau kakek tersayang belilah kopiah yang terbuat dari
anyaman rotan.
Jika Anda berniat membeli atau menambah koleksi
perhiasan. Makassarlah tempatnya. Emas di Jakarta tak ada apa-apanya
secara kualitas dibanding di kota Daeang tersebut. Modelnyapun lebih
bervariasi.
Untuk menambah koleksi pernak-pernik di rumah
Anda, di sana juga tersedia berbagai macam barang dengan gaya etnik khas
Tanah Toraja. Bahkan kopi Toraja yang aduhai itu bisa kita dapati di
Kafe Bloggers
Makassar. Namun, kalau gak biasa ngopi, jangan kecewa, Anda bisa
membeli teh dan sirup markisa yang tentunya beda dengan sirup markisa
Medan. “Untuk cemilan, jangan lupa kacang disko cap ayam dan kacang
mete,”
Di sana juga banyak dijual minyak gosok. Misalnya, minyak
kayu putih, balsem dan minyak tawon. Untuk minyak tawon jangan sampe
salah beli, ada yang tutup putih dan merah. Tutup putih lebih mahal
karena lebih bagus dibanding tutup merah. Harganya bisa tiga kali lipat
dari tutup merah.
Makassar Sejuta Pesona
Tempat wisata berjibun di kota Makassar. Mulai dari bangunan bersejarah hingga pantai-pantai indah nan eksotis.
Pantai Losari
Mari kita telusuri dari tepi laut, yakni
Pantai Losari.
Pantai ini amat terkenal dan menjadi kebanggaan masyarakat Makassar.
Dulu, pantai yang panjangnya satu kilometer ini pernah dijuluki pantai
dengan meja terpanjang di dunia. Karena warung-warung tenda berjejer di
sepanjang tanggul pantai.
Pantai ini memiliki keistimewaan dan
keunikan yang sangat memesona. Ditemani deburan ombak yang memecah
tanggul pantai dan kesejukan angin sepoi-sepoi, pengunjung dapat
menyaksikan terbit dan terbenamnya matahari di satu posisi yang sama
hingga menghilang dibalik cakrawala.
Di sebelah selatan
anjungan pantai terdapat kafe dan restoran terapung yang menggunakan
perahu tradisional ‘Phinisi’. Di tempat itu anda dapat menikmati
berbagai macam makanan tradisional Bugis-Makassar sambil mengakses
internet secara gratis melalui hotspot di sepanjang Pantai Losari.
Pantai Tanjung Bunga
Pantai
yang berjarak tiga kilometer dari Pantai Losari ini memiliki dermaga,
namun tidak difungsikan sebagaimana layaknya dermaga sungguhan. Kawasan
rekreasi ini lebih dikenal dengan Akkarena. Selain berenang dan
menikmati tenggelamnya matahari di waktu senja, Anda dapat bersantai di
pinggir dermaga
sambil menikmati cemilan dan minuman ringan. Pantai ini cukup sunyi di luar weekend dan letaknya sedikit tersembunyi. Tepat bagi Anda yang menginginkan kesendirian.
Benteng Ujung Pandang
Beranjak ke tengah kota, Anda dapat mengunjungi
Benteng Ujung Pandang atau yang sering disebut Fort Rotterdam.
Situs ini adalah peninggalan Kerajaan Gowa. Dibangun pada 1545 oleh
raja Gowa X yang bernama Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung. Ia
dikenal juga dengan nama Karaeng Tunipalangga Ulaweng. Bentuk dasar
benteng ini adalah kotak besar seperti seekor penyu, dengan gaya
arsitektur Portugis yang di buat dari bahan tanah liat. Modelnya sama
dengan benteng di Eropa diabad ke-16. Dibangun kembali oleh VOC setelah
mengalahkan kerajaan Gowa.
Di dalam kompleks Fort Rotterdam,
terdapat Museum La Galigo yang merupakan replika pusat pemerintahan
kerajaan Gowa. Salah satu yang terkenal adalah naskah sastra yang
tertulis diatas lembaran lontar sebanyak 3500 lembar berjudul I La
Galigo. I La Galigo dinobatkan sebagai naskah lontar terpanjang yang
pernah ada dalam sejarah Indonesia.
Benteng Somba Opu
Benteng bersejarah yang lain adalah
Somba Opu.
Dibangun pada abad ke-15 oleh Raja Gowa IX. Namanya Daeng Matanre
Karaeng Tumapa’risi Kallonna. Bahannya dari tanah liat dan putih telur,
sebagai pengganti semen. Pada pertengahan abad ke-16 Benteng ini menjadi
pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi
pedagang asing dari Asia dan Eropa.
Benteng ini berbentuk
persegi empat dengan dinding setebal 12 kaki. Di dalam benteng
ditempatkan sebuah meriam terbesar yang pernah dimiliki oleh kerajaan di
Indonesia pada jaman kolonial. Meriam yang dijuluki “Anak Makassar” ini
berbobot 9.500 kg dengan panjang 6 meter dan berdiameter atau
berkaliber 41,5 cm.
Pelabuhan Paotere
Sekitar
tiga kilometer arah utara kota, anda dapat mengunjungi Pelabuhan Rakyat
Tempo Dulu. Namanya Paotere. Legenda kemasyhuran Paotere membuat
Makassar yang sempat bernama Macassar maupun Jungpandang ini ramai
dibicarakan orang.
Pada abad ke-17. Jejak-jejak ketangguhan
pelaut Makassar masih dapat kita jumpai di kawasan Paotere yang hingga
kini masih menjadi pusat sandar kapal nelayan dari berbagai daerah.
Denyut aktifitas pelelangan ikan di
Pelabuhan Paotere
sudah ramai sejak dinihari. Aktivitas bongkar muat serta keriuhan
nelayan menjajakan hasil tangkapannya menjadi pemandangan cukup unik.
Bila senja menjelang, pemandangan di pelabuhan ini akan lebih indah lagi
dengan panorama matahari tenggelam yang memancarkan warna-warni sebagai
latar belakangnya.
Makam Pangeran Diponegoro
Pangeran
Diponegoro, anak dari Sultan Hamngkubuwono III, yang wafat pada 8
Januari 1855 dimakamkan di sebuah kompleks pemakaman keluarga di Jalan
Diponegoro, Makassar. Pangeran Diponegoro memimpin perlawanan terhadap
Belanda dalam perang Jawa di tahun 1825 - 1830. Ditipu oleh Belanda
kemudian dibuang ke Makassar hingga akhir hayatnya. Sebuah silsilah
keluarga digambarkan di makam memperlihatkan bahwa keluarganya telah
menetap di Makassar.
Makam Sultan Hasanuddin
Beranjak ke arah selatan kota, tepatnya di Sungguminasa, anda dapat berziarah ke
makam ‘Ayam Jantan dari Timur’ Sultan Hasanuddin
(1629-1690) yang terkenal dengan keberaniannya yang luar biasa dalam
pertempuran melawan Belanda di Sulawesi Selatan. Tidak jauh dari makam
tersebut terdapat sebuah mesjid berusia ratusan tahun yang dikenal
dengan Masjid Tua Katangka. Dibangun pada 1605, sebagai pertanda awal
masuknya Islam di kerajaan Gowa.
Sekitar satu kilometer dari
masjid tua, terdapat kompleks makam Raja-raja Gowa dan keluarganya.
Salahsatunya adalah makam tokoh pejuang dan ulama besar Syekh Yusuf
al-Makassari. Ulama ini pernah dibuang oleh penjajah Belanda ke Cape
Town, Afrika Selatan, hingga akhir hayatnya pada 23 Mei 1699 di usianya
yang ke-73. Makam ulama yang bergelar ‘Taj al-Khalwatiyah Tuanta Salama”
selalu ramai dikunjungi masyarakat Bugis-Makassar dengan hajat melepas
nazar atau menyampaikan doa.
Pulau Samalona
Jika masih punya waktu, sebaiknya Anda mengunjungi beberapa pulau yang cukup dekat dengan kota Makassar. Di antaranya,
Pulau Samalona.
Pilau ini adalah tempat yang menyenangkan dan terkenal sebagai tempat
untuk berenang dan menyelam, salah satu dari pulau-pulau koral di lepas
pantai Makassar. Batu karang yang mengelilinginya berupa taman laut di
bawah air mempunyai susunan koral dalam segala tipe dan warna warni yang
indah dan berbagai rona warna yang sungguh mengagumkan dari ikan tropis
dan kehidupan biota lautnya.
Pulau ini dulunya hanya
diperuntukkan bagi kaum elit. Fasilitas saat ini tersedia bagi wisatawan
yang ingin beristirahat malam di pulau tersebut. Untuk menuju pulau ini
bisa menggunakan perahu nelayan (perahu dengan mesin tempel) dan
memerlukan waktu tempuh tidak lebih dari setengah jam. Di pulau ini
berdiri sebuah mercu suar yang digunakan sebagai tanda batas daratan
bagi kapal-kapal berbadan besar.
Pulau Barrang Lompo
Dari Samalona, anda bisa meneruskan ke
Pulau Barrang Lompo.
Anda bisa menyaksikan taman laut yang sangat elok dan menarik. Diantara
pulau disekitarnya hanya Barrang Lompolah yang mempunyai sumber mata
air tawar menjadikan pulau ini banyak dihuni oleh nelayan, pelayar dan
beberapa keluarga perajin perak tradisional.
Terakhir dalam
perjalanan pulang dari pulau-pulau itu, jangan lupa mampir di Pulau
Kayangan, dicapai 45 menit. Kayangan adalah pulau koral yang paling
dekat dengan pelabuhan Makassar telah dikembangkan sebagai pusat
rekreasi. Ia merupakan tempat bersantai yang terkenal bagi penduduk kota
Makassar dan sekitarnya. Di akhir pekan, pertunjukan dan hiburan khusus
selalu diprogramkan untuk menghibur para pengunjung. Perahu
penyeberangan telah diatur secara berjadwal untuk mengantar pengunjung
ke pulau dan membawanya kembali ke kota. Pulau-pulau lain yang juga tak
kalah eloknya, adalah Pulau Kodingareng, Pulau Barrang Caddi.
Kuliner Maknyus di Kota Daeng
Coto Makassar
Jangan
bilang pernah ke Makassar jika Anda belum mencicipi Coto Makassar.
Sebuah masakan yang rasanya nikmat dan menjadi masakan primadona di kota
Daeng. Menu inilah yang membuat orang Bugis dan Makassar selalu rindu
pulang kampung.
Di kota Makassar, coto Makassar mudah di
dapat. Warung-warungnya biasa mangkal di pinggir-pinggir jalan besar.
Mulai dari kelas restoran hingga kaki lima. Maklum, hidangan ini adalah
salah satu “trade mark” kuliner tradisional kota Makassar.
Makanan
yang biasa juga di sebut Coto Mangkasara itu terbuat dari jeroan dan
daging sapi. Seperti hati, limpa, jantung dan usus. Coto yang hanya
berisi Hati, Limpa dan Jantung, biasanya disingkat Halija. Mereka
direbus dalam waktu yang lama. Tujuannya supaya lunak. Lalu, jeroan dan
daging itu diiris-iris. Tak berapa lama, bumbu yang diracik secara
khusus pun di masukkan. Biasanya coto itu dihidangkan dalam mangkuk dan
dimakan dengan ketupat serta burasa.
Jeruk nipis punya peran
penting di dalam Coto Makassar. Rasanya ada yang aneh tanpa kehadiran
benda bulan kecil berwarna hijau itu. Setalah itu, tambahkanlah coto
Anda dengan sambal dan kecap manis. Hmmm...! maknyos rasanya. Namun,
bagi Anda yang mempunyai kolesterol tinggi, janganlah banyak-banyak
makan menu itu.
Di kota Makassar, coto itu dihargai dengan cukup murah. Dengan duit 20 ribu rupiah, Anda sudah puas dan kenyang dibuatnya.
Berikut
ini warung-warung coto yang terkenal di kota Makassar; Coto Gagak (Jl.
Gagak), Coto Latimojong (Jl. Gn. Latomojong) dan Coto Paraikatte yang
terletak di Jl. AP Pettarani.
Pallubasa
Makanan
ini juga berbahan dasar jeroan, seperti halnya Coto Makassar. Bahkan
cara memasaknnya juga hampir sama. Bedanya terletak pada kuah. Pallubasa
diberi kuah yang dicampur dengan kelapa parut goreng. Baunya sangat
khas dan menggugah selera. Jika Coto Makassar ditemani ketupat, maka
Pallubasa berteman dengan nasi putih.
Di kota Makassar, tempat
paling enak makan Pallubasa adalah di jalan Serigala. Tempatnya
sederhana dan terjangkau secara materi. Warung ini berukuran kecil dan
hanya memakai tenda plastik. Jika tak ingin berantri panjang, jangan
coba-coba datang siang hari.
Sop Konro dan Sop Saudara
Hidangan
ini berbahan dasar tulang rusuk (iga) sapi atau kerbau. Dimakan bersama
nasi putih dan sambal. Kuahnya berwarna coklat kehitaman. Warna yang
kegelapan itu berasal dari buah kluwek yang memang berwarna hitam. Salah
satu bumbunya adalah ketumbar.
Sop Konro kegemaran warga
Makassar berlokasi di bilangan lapangan Karebosi, jalan Gunung
Lompobattang. Namanya, Sop Konro Karebosi. Cabangnya ada juga di
Ibukota. Warung ini juga menyajikan Konro Bakar.
Yang tak
kalah serunya adalah Sop Saudara. Jangan salah, ini bukan berasal dari
daging saudara yang dibikin sup. Bahan dasar masakan berkuah ini adalah
daging sapi/kerbau yang dimasak dengan aneka bumbu dan disajikan bersama
nasi putih. Sop Saudara biasanya dihidangkan bersama Ikan Bandeng Bakar
sebagai tambahan lauknya. Ikan ini bersambal kacang.
Nikmatilah makanan ini di sekitar jalan DR. Wahidin Sudirohusodo atau di bilangan Jl. St. Alauddin.
Ikan-ikanan
Bila
bosan dengan masakan berbahan daging, Anda bisa mencoba kelezatan dari
berbagai macam masakan Ikan. Ikan Bakar adalah salah satu primadonanya.
Berbagai
jenis ikan ditawarkan. Mulai dari ikan air payau sebangsa bandeng (di
Makassar namanya ikan Bolu), hingga ikan air asin yang berbadan cukup
besar. Misalnya, ikan Kakap, ikan Baronang dan ikan Sunu. Ada semacam
pameo bahwa orang Bugis Makassar memang tidak bisa dipisahkan dengan
ikan. Makan tanpa ikan ibaratnya belum lengkap, bahkan terkadang
dianggap belum makan.
Di sekitar Pantai Losari anda dapat
menikmati ikan bakar dengan ditemani semilir angin yang berhembus. Lebih
asyik lagi bila ikannya adalah ikan yang baru dijemput dari nelayan
yang baru berlabuh. Sekadar informasi ikan-ikan laut tangkapan nelayan
Sulawesi Selatan, rasa dan aroma ikannya boleh dibilang masih sangat
berkualitas. Dagingnya lebih empuk dibandingkan dengan ikan di pulau
Jawa.
Apalagi orang Bugis Makassar dikenal piawai mengolah
ikan dengan bumbu yang minimalis tapi dengan hasil yang maksimalis.
Tempat makan ikan bakar paling asik di Makassar adalah Rumah Makan
Lae-Lae. Tak jauh dari tempat pelabuhan dan pelelangan ikan Paotere.
Presiden SBY pernah menikmatinya di sana.
Makanan Alternatif
Kota
Anging Mamiri ini juga mempunyai penganan alternatif. Contohnya
Kapurung. Makanan ini terbuat dari sari atau tepung sagu. Kapurung
dimasak dengan campuran ikan atau daging ayam dan aneka sayuran.
Disajikan dengan bumbu rempah yang menghasilkan rasa yang sangat luar
biasa. Biasanya banyak disajikan di sekitar Jalan Rajawali II Makassar.
Belakangan,
masakan tradisional ini mulai populer. Selain ditemukan di
warung-warung khusus di Makassar juga telah masuk ke beberapa restoran,
bersanding dengan makanan modern. Di daerah asalnya sendiri, Luwu
(Palopo), Kapurung sering juga di sebut Bugalu.
Lalu, ada pula
pisang Epe. Masuk juga sebagai makanan favorit. Jika anda menyusuri
Pantai Losari, maka anda akan banyak menemui jajanan ini. Makanan ini
terbuat dari pisang kepok yang mengkal. Lalu dibakar dan dipipihkan
menggunakan sepasang balok kayu. Pisang Epe’ disajikan dengan kuah air
gula merah yang biasanya telah dicampur dengan durian atau nangka yang
aromanya dapat membangkitkan selera. Sambil menikmati desir angin
pantai, makanan ringan ini benar-benar menjadi sensasi tersendiri.
Sebagai
teman Pisang Epe, anda bisa memilih minuman Sarabba. Sangat baik untuk
menghangatkan tubuh. Minuman yang terbuat dari jahe, telor, santan dan
gula merah ini memiliki rasa yang sangat khas. Sarabba bisa ditemui
banyak di pinggir jalan di malam hari. Biasanya penjual Sarabba juga
menyediakan cemilan Ubi dan pisang goreng sebagai pasangannya. Sebuah
kombinasi yang pas dan dijamin anda tak akan pernah menyesal
mencicipinya.
Bagi Anda yang belum terbiasa dengan masakan
tradisional Makassar, anda jangan khawatir hampir semua jenis makanan
khas dari berbagai daerah di negeri ini dapat dijumpai di Makassar. Nah
selamat berburu kuliner khas kota para Daeng.
sumber:http://kerajinansulawesi-selatan.blogspot.com/2009/04/sombu-opu-adalah-nama-jalan-yang.html