Jumat, 07 September 2012

Sekilas Tentang Makassar & Oleh-Oleh Khas Makassar



Oleh-oleh Khas Makassar
Agar tak mudah lupa akan kenangan-kenangan di kota Makassar, selain berfoto ria, ada bagusnya Anda juga membeli cinderamata khas kota tersebut.
Berikut ini beberapa oleh-oleh khas Makassar:
Bagi yang keranjingan fashion dan tekstil, kunjungilah Sumbu Opu. Tidak jauh dari hotel Celebes. Di sana ada sutra Sengkang. Kualitasnnya bagus. Permeter dihargai sekitar 40 ribu rupiah. Kemudian, adapula berbagai macam sarung. Mulai dari harga 10 ribu hingga 100 ribu rupiah. Untuk ayah tercinta atau kakek tersayang belilah kopiah yang terbuat dari anyaman rotan.
Jika Anda berniat membeli atau menambah koleksi perhiasan. Makassarlah tempatnya. Emas di Jakarta tak ada apa-apanya secara kualitas dibanding di kota Daeang tersebut. Modelnyapun lebih bervariasi.
Untuk menambah koleksi pernak-pernik di rumah Anda, di sana juga tersedia berbagai macam barang dengan gaya etnik khas Tanah Toraja. Bahkan kopi Toraja yang aduhai itu bisa kita dapati di Kafe Bloggers Makassar. Namun, kalau gak biasa ngopi, jangan kecewa, Anda bisa membeli teh dan sirup markisa yang tentunya beda dengan sirup markisa Medan. “Untuk cemilan, jangan lupa kacang disko cap ayam dan kacang mete,”
Di sana juga banyak dijual minyak gosok. Misalnya, minyak kayu putih, balsem dan minyak tawon. Untuk minyak tawon jangan sampe salah beli, ada yang tutup putih dan merah. Tutup putih lebih mahal karena lebih bagus dibanding tutup merah. Harganya bisa tiga kali lipat dari tutup merah.

Makassar Sejuta Pesona


Tempat wisata berjibun di kota Makassar. Mulai dari bangunan bersejarah hingga pantai-pantai indah nan eksotis.
Pantai Losari
Mari kita telusuri dari tepi laut, yakni Pantai Losari. Pantai ini amat terkenal dan menjadi kebanggaan masyarakat Makassar. Dulu, pantai yang panjangnya satu kilometer ini pernah dijuluki pantai dengan meja terpanjang di dunia. Karena warung-warung tenda berjejer di sepanjang tanggul pantai.
Pantai ini memiliki keistimewaan dan keunikan yang sangat memesona. Ditemani deburan ombak yang memecah tanggul pantai dan kesejukan angin sepoi-sepoi, pengunjung dapat menyaksikan terbit dan terbenamnya matahari di satu posisi yang sama hingga menghilang dibalik cakrawala.
Di sebelah selatan anjungan pantai terdapat kafe dan restoran terapung yang menggunakan perahu tradisional ‘Phinisi’. Di tempat itu anda dapat menikmati berbagai macam makanan tradisional Bugis-Makassar sambil mengakses internet secara gratis melalui hotspot di sepanjang Pantai Losari.

Pantai Tanjung Bunga
Pantai yang berjarak tiga kilometer dari Pantai Losari ini memiliki dermaga, namun tidak difungsikan sebagaimana layaknya dermaga sungguhan. Kawasan rekreasi ini lebih dikenal dengan Akkarena. Selain berenang dan menikmati tenggelamnya matahari di waktu senja, Anda dapat bersantai di pinggir dermaga sambil menikmati cemilan dan minuman ringan. Pantai ini cukup sunyi di luar weekend dan letaknya sedikit tersembunyi. Tepat bagi Anda yang menginginkan kesendirian.

Benteng Ujung Pandang
Beranjak ke tengah kota, Anda dapat mengunjungi Benteng Ujung Pandang atau yang sering disebut Fort Rotterdam. Situs ini adalah peninggalan Kerajaan Gowa. Dibangun pada 1545 oleh raja Gowa X yang bernama Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung. Ia dikenal juga dengan nama Karaeng Tunipalangga Ulaweng. Bentuk dasar benteng ini adalah kotak besar seperti seekor penyu, dengan gaya arsitektur Portugis yang di buat dari bahan tanah liat. Modelnya sama dengan benteng di Eropa diabad ke-16. Dibangun kembali oleh VOC setelah mengalahkan kerajaan Gowa.
Di dalam kompleks Fort Rotterdam, terdapat Museum La Galigo yang merupakan replika pusat pemerintahan kerajaan Gowa. Salah satu yang terkenal adalah naskah sastra yang tertulis diatas lembaran lontar sebanyak 3500 lembar berjudul I La Galigo. I La Galigo dinobatkan sebagai naskah lontar terpanjang yang pernah ada dalam sejarah Indonesia.

Benteng Somba Opu
Benteng bersejarah yang lain adalah Somba Opu. Dibangun pada abad ke-15 oleh Raja Gowa IX. Namanya Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna. Bahannya dari tanah liat dan putih telur, sebagai pengganti semen. Pada pertengahan abad ke-16 Benteng ini menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia dan Eropa.
Benteng ini berbentuk persegi empat dengan dinding setebal 12 kaki. Di dalam benteng ditempatkan sebuah meriam terbesar yang pernah dimiliki oleh kerajaan di Indonesia pada jaman kolonial. Meriam yang dijuluki “Anak Makassar” ini berbobot 9.500 kg dengan panjang 6 meter dan berdiameter atau berkaliber 41,5 cm.

Pelabuhan Paotere
Sekitar tiga kilometer arah utara kota, anda dapat mengunjungi Pelabuhan Rakyat Tempo Dulu. Namanya Paotere. Legenda kemasyhuran Paotere membuat Makassar yang sempat bernama Macassar maupun Jungpandang ini ramai dibicarakan orang.
Pada abad ke-17. Jejak-jejak ketangguhan pelaut Makassar masih dapat kita jumpai di kawasan Paotere yang hingga kini masih menjadi pusat sandar kapal nelayan dari berbagai daerah.
Denyut aktifitas pelelangan ikan di Pelabuhan Paotere sudah ramai sejak dinihari. Aktivitas bongkar muat serta keriuhan nelayan menjajakan hasil tangkapannya menjadi pemandangan cukup unik. Bila senja menjelang, pemandangan di pelabuhan ini akan lebih indah lagi dengan panorama matahari tenggelam yang memancarkan warna-warni sebagai latar belakangnya.

Makam Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro, anak dari Sultan Hamngkubuwono III, yang wafat pada 8 Januari 1855 dimakamkan di sebuah kompleks pemakaman keluarga di Jalan Diponegoro, Makassar. Pangeran Diponegoro memimpin perlawanan terhadap Belanda dalam perang Jawa di tahun 1825 - 1830. Ditipu oleh Belanda kemudian dibuang ke Makassar hingga akhir hayatnya. Sebuah silsilah keluarga digambarkan di makam memperlihatkan bahwa keluarganya telah menetap di Makassar.

Makam Sultan Hasanuddin
Beranjak ke arah selatan kota, tepatnya di Sungguminasa, anda dapat berziarah ke makam ‘Ayam Jantan dari Timur’ Sultan Hasanuddin (1629-1690) yang terkenal dengan keberaniannya yang luar biasa dalam pertempuran melawan Belanda di Sulawesi Selatan. Tidak jauh dari makam tersebut terdapat sebuah mesjid berusia ratusan tahun yang dikenal dengan Masjid Tua Katangka. Dibangun pada 1605, sebagai pertanda awal masuknya Islam di kerajaan Gowa.
Sekitar satu kilometer dari masjid tua, terdapat kompleks makam Raja-raja Gowa dan keluarganya. Salahsatunya adalah makam tokoh pejuang dan ulama besar Syekh Yusuf al-Makassari. Ulama ini pernah dibuang oleh penjajah Belanda ke Cape Town, Afrika Selatan, hingga akhir hayatnya pada 23 Mei 1699 di usianya yang ke-73. Makam ulama yang bergelar ‘Taj al-Khalwatiyah Tuanta Salama” selalu ramai dikunjungi masyarakat Bugis-Makassar dengan hajat melepas nazar atau menyampaikan doa.

Pulau Samalona
Jika masih punya waktu, sebaiknya Anda mengunjungi beberapa pulau yang cukup dekat dengan kota Makassar. Di antaranya, Pulau Samalona. Pilau ini adalah tempat yang menyenangkan dan terkenal sebagai tempat untuk berenang dan menyelam, salah satu dari pulau-pulau koral di lepas pantai Makassar. Batu karang yang mengelilinginya berupa taman laut di bawah air mempunyai susunan koral dalam segala tipe dan warna warni yang indah dan berbagai rona warna yang sungguh mengagumkan dari ikan tropis dan kehidupan biota lautnya.
Pulau ini dulunya hanya diperuntukkan bagi kaum elit. Fasilitas saat ini tersedia bagi wisatawan yang ingin beristirahat malam di pulau tersebut. Untuk menuju pulau ini bisa menggunakan perahu nelayan (perahu dengan mesin tempel) dan memerlukan waktu tempuh tidak lebih dari setengah jam. Di pulau ini berdiri sebuah mercu suar yang digunakan sebagai tanda batas daratan bagi kapal-kapal berbadan besar.

Pulau Barrang Lompo
Dari Samalona, anda bisa meneruskan ke Pulau Barrang Lompo. Anda bisa menyaksikan taman laut yang sangat elok dan menarik. Diantara pulau disekitarnya hanya Barrang Lompolah yang mempunyai sumber mata air tawar menjadikan pulau ini banyak dihuni oleh nelayan, pelayar dan beberapa keluarga perajin perak tradisional.
Terakhir dalam perjalanan pulang dari pulau-pulau itu, jangan lupa mampir di Pulau Kayangan, dicapai 45 menit. Kayangan adalah pulau koral yang paling dekat dengan pelabuhan Makassar telah dikembangkan sebagai pusat rekreasi. Ia merupakan tempat bersantai yang terkenal bagi penduduk kota Makassar dan sekitarnya. Di akhir pekan, pertunjukan dan hiburan khusus selalu diprogramkan untuk menghibur para pengunjung. Perahu penyeberangan telah diatur secara berjadwal untuk mengantar pengunjung ke pulau dan membawanya kembali ke kota. Pulau-pulau lain yang juga tak kalah eloknya, adalah Pulau Kodingareng, Pulau Barrang Caddi.

Kuliner Maknyus di Kota Daeng

Coto Makassar
Jangan bilang pernah ke Makassar jika Anda belum mencicipi Coto Makassar. Sebuah masakan yang rasanya nikmat dan menjadi masakan primadona di kota Daeng. Menu inilah yang membuat orang Bugis dan Makassar selalu rindu pulang kampung.
Di kota Makassar, coto Makassar mudah di dapat. Warung-warungnya biasa mangkal di pinggir-pinggir jalan besar. Mulai dari kelas restoran hingga kaki lima. Maklum, hidangan ini adalah salah satu “trade mark” kuliner tradisional kota Makassar.
Makanan yang biasa juga di sebut Coto Mangkasara itu terbuat dari jeroan dan daging sapi. Seperti hati, limpa, jantung dan usus. Coto yang hanya berisi Hati, Limpa dan Jantung, biasanya disingkat Halija. Mereka direbus dalam waktu yang lama. Tujuannya supaya lunak. Lalu, jeroan dan daging itu diiris-iris. Tak berapa lama, bumbu yang diracik secara khusus pun di masukkan. Biasanya coto itu dihidangkan dalam mangkuk dan dimakan dengan ketupat serta burasa.
Jeruk nipis punya peran penting di dalam Coto Makassar. Rasanya ada yang aneh tanpa kehadiran benda bulan kecil berwarna hijau itu. Setalah itu, tambahkanlah coto Anda dengan sambal dan kecap manis. Hmmm...! maknyos rasanya. Namun, bagi Anda yang mempunyai kolesterol tinggi, janganlah banyak-banyak makan menu itu.
Di kota Makassar, coto itu dihargai dengan cukup murah. Dengan duit 20 ribu rupiah, Anda sudah puas dan kenyang dibuatnya.
Berikut ini warung-warung coto yang terkenal di kota Makassar; Coto Gagak (Jl. Gagak), Coto Latimojong (Jl. Gn. Latomojong) dan Coto Paraikatte yang terletak di Jl. AP Pettarani.


Pallubasa

Makanan ini juga berbahan dasar jeroan, seperti halnya Coto Makassar. Bahkan cara memasaknnya juga hampir sama. Bedanya terletak pada kuah. Pallubasa diberi kuah yang dicampur dengan kelapa parut goreng. Baunya sangat khas dan menggugah selera. Jika Coto Makassar ditemani ketupat, maka Pallubasa berteman dengan nasi putih.
Di kota Makassar, tempat paling enak makan Pallubasa adalah di jalan Serigala. Tempatnya sederhana dan terjangkau secara materi. Warung ini berukuran kecil dan hanya memakai tenda plastik. Jika tak ingin berantri panjang, jangan coba-coba datang siang hari.

Sop Konro dan Sop Saudara

Hidangan ini berbahan dasar tulang rusuk (iga) sapi atau kerbau. Dimakan bersama nasi putih dan sambal. Kuahnya berwarna coklat kehitaman. Warna yang kegelapan itu berasal dari buah kluwek yang memang berwarna hitam. Salah satu bumbunya adalah ketumbar.
Sop Konro kegemaran warga Makassar berlokasi di bilangan lapangan Karebosi, jalan Gunung Lompobattang. Namanya, Sop Konro Karebosi. Cabangnya ada juga di Ibukota. Warung ini juga menyajikan Konro Bakar.
Yang tak kalah serunya adalah Sop Saudara. Jangan salah, ini bukan berasal dari daging saudara yang dibikin sup. Bahan dasar masakan berkuah ini adalah daging sapi/kerbau yang dimasak dengan aneka bumbu dan disajikan bersama nasi putih. Sop Saudara biasanya dihidangkan bersama Ikan Bandeng Bakar sebagai tambahan lauknya. Ikan ini bersambal kacang.
Nikmatilah makanan ini di sekitar jalan DR. Wahidin Sudirohusodo atau di bilangan Jl. St. Alauddin.

Ikan-ikanan

Bila bosan dengan masakan berbahan daging, Anda bisa mencoba kelezatan dari berbagai macam masakan Ikan. Ikan Bakar adalah salah satu primadonanya.
Berbagai jenis ikan ditawarkan. Mulai dari ikan air payau sebangsa bandeng (di Makassar namanya ikan Bolu), hingga ikan air asin yang berbadan cukup besar. Misalnya, ikan Kakap, ikan Baronang dan ikan Sunu. Ada semacam pameo bahwa orang Bugis Makassar memang tidak bisa dipisahkan dengan ikan. Makan tanpa ikan ibaratnya belum lengkap, bahkan terkadang dianggap belum makan.
Di sekitar Pantai Losari anda dapat menikmati ikan bakar dengan ditemani semilir angin yang berhembus. Lebih asyik lagi bila ikannya adalah ikan yang baru dijemput dari nelayan yang baru berlabuh. Sekadar informasi ikan-ikan laut tangkapan nelayan Sulawesi Selatan, rasa dan aroma ikannya boleh dibilang masih sangat berkualitas. Dagingnya lebih empuk dibandingkan dengan ikan di pulau Jawa.
Apalagi orang Bugis Makassar dikenal piawai mengolah ikan dengan bumbu yang minimalis tapi dengan hasil yang maksimalis. Tempat makan ikan bakar paling asik di Makassar adalah Rumah Makan Lae-Lae. Tak jauh dari tempat pelabuhan dan pelelangan ikan Paotere. Presiden SBY pernah menikmatinya di sana.

Makanan Alternatif

Kota Anging Mamiri ini juga mempunyai penganan alternatif. Contohnya Kapurung. Makanan ini terbuat dari sari atau tepung sagu. Kapurung dimasak dengan campuran ikan atau daging ayam dan aneka sayuran. Disajikan dengan bumbu rempah yang menghasilkan rasa yang sangat luar biasa. Biasanya banyak disajikan di sekitar Jalan Rajawali II Makassar.
Belakangan, masakan tradisional ini mulai populer. Selain ditemukan di warung-warung khusus di Makassar juga telah masuk ke beberapa restoran, bersanding dengan makanan modern. Di daerah asalnya sendiri, Luwu (Palopo), Kapurung sering juga di sebut Bugalu.
Lalu, ada pula pisang Epe. Masuk juga sebagai makanan favorit. Jika anda menyusuri Pantai Losari, maka anda akan banyak menemui jajanan ini. Makanan ini terbuat dari pisang kepok yang mengkal. Lalu dibakar dan dipipihkan menggunakan sepasang balok kayu. Pisang Epe’ disajikan dengan kuah air gula merah yang biasanya telah dicampur dengan durian atau nangka yang aromanya dapat membangkitkan selera. Sambil menikmati desir angin pantai, makanan ringan ini benar-benar menjadi sensasi tersendiri.
Sebagai teman Pisang Epe, anda bisa memilih minuman Sarabba. Sangat baik untuk menghangatkan tubuh. Minuman yang terbuat dari jahe, telor, santan dan gula merah ini memiliki rasa yang sangat khas. Sarabba bisa ditemui banyak di pinggir jalan di malam hari. Biasanya penjual Sarabba juga menyediakan cemilan Ubi dan pisang goreng sebagai pasangannya. Sebuah kombinasi yang pas dan dijamin anda tak akan pernah menyesal mencicipinya.
Bagi Anda yang belum terbiasa dengan masakan tradisional Makassar, anda jangan khawatir hampir semua jenis makanan khas dari berbagai daerah di negeri ini dapat dijumpai di Makassar. Nah selamat berburu kuliner khas kota para Daeng.
sumber:http://kerajinansulawesi-selatan.blogspot.com/2009/04/sombu-opu-adalah-nama-jalan-yang.html

Tidak ada komentar: